Powered By Blogger

Pulau Pandan

                Nggak salah lagi ustadz bilang “Menjalin silaturahmi memperpanjang umur”  and menurut gue nggak Cuma itu, menjalin silaturahmi juga memperbanyak rizki. Gimana nggak? Tiap gue jalan ke rumah temen- temen or sodara gue, gue selalu dapat rejeki.
                Contohnya aja kemaren waktu gue jalan ke rumah temen gue yang di Pulau Pandan (jauh banget di pulau lain.hahaha............). Awalnya sih gue mikir- mikir dulu sebelum jalan. Gue tu mikir kesananya gimana? Gue nggak punya motor, nggak punya tebengan and gue juga nggak punya ojek pribadi (Pacar). Tiga hari tiga malam gue nyari tau tentang Desa tujuan gue ini, gue mau browsing ama Mbah Google tapi nggak ketemu hasil yang gue cari, akhirnya Gue nanya Nyokap. Alhasil gue dapet info yang gue cari tentang “Pulau Pandan”.
                Gue cerita dulu ya apersepsi gue tentang “Pulau pandan”!!! Gue mendefenisikannya “Pulau Pandan” terdiri dari dua kata “Pulau” yang berarti daratan yang berada di tengah- tengah laut (Emang di Kerinci ada laut? -_-“) and “Pandan” setau gue sih pandan tu daun yang bentuknya panjang yang di pake nyokap untuk masak kolak kalo puasa. Nah kalo digabungin arti “Pulau Pandan” jadi “Daun di tengah daratan” nggak nyambung banget kan??? Tapi setelah denger penjelasan dari Nyokap gue baru tau ternyata Pulau pandan itu nama sebuah Desa Yang terletak di Kecamatan Danau Kerinci.
                Setelah tau letak Desa “Pulau Pandan” Keesokan harinya Gue langsung bergegas pergi ke desa tersebut bareng temen Gue. Sepanjang perjalanan Gue ngebayangin di Desa itu banyak pandan. Nggak terasa 20 menit udah kami lalui, Kami mulai merasakan udara sejuk, kami menelusuri jalan yang berliku. Sebelah kiri kami dimanjakan dengan pemandangan indah tebing yang dihiasi pepohonan yang rindang dan rumah- rumah penduduk yang masih tradisional. Ya nggak salah lagi kami udah nyampe danau Kerinci. Kata temen gue sekitar satu kilo lagi kami akan sampai di desa Pulau Pandan.
                Dengan nggak mengurangi rasa penasaran gue, gue masih antusias banget ama desa Pulau pandan. Dari kejauhan udah nampak gardu dengan tulisan “selamat datang desa Pulau Pandan” rasa penasaran gue berkurang dan berganti dengan perasaan senang karena udah sampai di tempat yang gue tuju. Ternyata desa Pulau pandan jauh dari yang gue bayangin. Gue nggak ketemu satu tanaman pandanpun. Untuk menjawab rasa penasaran gue, sesampainya kami di rumah temen gue. Dengan polosnya gue nanya “Tadi gue baca di gardu kalo ini desa Pulau pandan, tapi gue nggak ketemu satupun tanaman pandan!!!” seraya melontarkan senyumannya teman gue jawab “Dulu daerah sini banyak tanaman pandan, tapi karena faktor pertambahan penduduk and kebutuhan akan lahan tempat tinggal, tempat yang dulunya penuh tanaman pandan di alihfungsikan jadi pemukiman”.
                Rasa penasaran gue pun terjawab. Gue seneng banget ama perjalanan gue kali ini. Walaupun nggak ada karpet merah yang terbentang untuk nyambut kedatangan gue, tapi keramahan keluarga temen gue ini udah jauh lebih terhormat dari pada karpet merah.
                Puas bercerita sampe nggak terasa udah siang (pantesan perut udahmiscoll dari tadi). Kami berpamitan pulang. And nggak di sangka gue di kasih Duit, semulanya gue nolak (malu-malu meong) padahal gue juga buttuh banget tu duit coz gue nggak bawa duit sepersenpun. Tapi yang namanya dikasih ya gue nggak nolak, Lumayan untuk makan siang.
                Kami melanjutkan perjalanan mengitari Danau Kerinci. Kami masuk ke dermaga dengan modal pas-pasan memelas sama orang pariwisata supaya dapat diskon karcis masuk. Alhasil kami berhasil masuk dengan potongan (save 50 %). Puas menikmati pemandangan and foto-foto kami pulang. Dari kejauhan penjaga dermaga memanggil kami dan kamipun menghampirinya. Mimpi apa gue semalam??? Penjaga dermaga balikin duit yang udah kami bayar untuk tiket masuk dermaga. Emang bener kata ustadz “Silaturahmi memperpanjang umur, memperluas rizki and nambah pengalaman”
Ini foto- foto Gue



A letter for My Mom

            Untukmu Ibu

            Di hari Ibu ini 22 Desember 2011 Ku ingin melihat Ibu senyum saat Ibu mulai membuka suratku dan mulai membaca suratku ini. Ibu apa kabarmu di sana? Ananda di sini baik- baik saja, Ananda hanya ingin menyampaikan permintaan maaf kepada Ibu karena hanya surat inilah yang bisa Ananda kirimkan sebagai pengganti kita untuk bertatap muka.
            Ananda minta maaf saat Ibu terbaring lemah di Rumah Sakit, Ananda tak bisa mendampingi Ibu, Ananda tak bisa memegang tangan Ibu setiap kali Ibu merintih menahan sakit itu, Ananda tak bisa melayani Ibu, Ananda tak bisa memberikan perlindungan kepada Ibu. Ananda minta maaf, Ananda tak bisa membalas semua kasih sayang Ibu, Ananda belum bisa mengurus Ibu seperti Ibu mengurus Ananda.
            Bukannya Ananda tidak peduli, sebenarnya hati ananda teriris tak kuasa membayangkan rasa sakit itu, diri ini berselimutkan sedih dan berpakaian duka, bola- bola bening itu mengalir dari sudut mata ananda saat mendengar berita Ibu terbaring sakit. Andai rasa sakit itu bisa di bagi, maka ananda akan mengambil semua rasa sakit Ibu. Ananda rela menanggung semua rasa sakit ibu, Ananda ingin melindungi Ibu seperti Ibu melindungi ananda dulu, ananda ingin mengurus Ibu seperti Ibu mengurus ananda dulu. Ananda ingin mencurahkan semua kasih sayang ananda kepada Ibu.
            Maaf ananda belum bisa berbuat banyak untuk Ibu, ananda hanya bisa duduk bersimpuh seraya menadahkan tangan dan memanjatkan doa kepada Yang Maha Agung untuk kesembuhan Ibu. Ini hanya masalah waktu Bu, ananda akan segera berada di samping Ibu jika sudah waktunya. Ananda merindukan Ibu.
Ananda sangat merindukan Ibu, Ananda rindu setiap pagi saat membuka mata, ananda bisa mendengar suara Ibu “Nak shalat shubuh”. Ananda rindu saat setiap kali ananda pamit dan mencium tangan ibu, dan ibu berkata “Nak hati- hati di jalan!” Ananda rindu saat Ibu menelpon “Nak dimana sekarang? Udah sore!” Ananda rindu saat ibu bertanya dan meminta “Nak mau makan apa kita malam ini?” “Nak bantu Ibu masak!” Ananda rindu semua suasana seperti itu Bu.
            Sudah hampir dua tahun Ananda menjalani hari tanpa suasana seperti itu Bu. Awalnya terasa begitu sulit menjalani semuanya tanpa Ibu, tapi alhamdulillah semuanya menjadi terbiasa karena doa dan kepercayaan Ibu bahwa ananda bisa, ananda mampu. Ananda selalu terbangun saat adzan shubuh berkumandang, Ananda terbiasa berangkat kuliah tanpa mencium tangan Ibu, tapi ananda yakin, doa Ibu selalu menyertai setiap langkah kaki ananda. Ananda tau rasa cinta Ibu ada di setiap hembusan nafas Ananda.