Powered By Blogger

Nostalgia With Yani

            Hari ini tanggal 31 Juli 2012 bertepatan dengan tanggal 10 Ramadhan 1433 Hijriah. Aku sangat bersyukur karena masih dipertemukan dengan bulan suci yang penuh berkah ini.
            Seperti tahun- tahun sebelumnya, aku menyempatkan diri ngabuburit di pasar bedug (Masyarakat di sini lebih mengenal “Pasar Mambo”). Kami (Aku dan Yani temanku) sudah merencanakan ngabuburit ini sejak kemaren. Kami berjanji pergi ke pasar lebih cepat yaitu jam 15.30 WIB karena kami harus menempuh perjalanan yang jauh menuju pasar.
            Jam 15.25 WIB aku berangkat dari rumah ke rumah Yani dengan harapan “Yani sudah siap”. Jam 15.30 WIB aku tepat berada di depan rumah Yani, dengan sangat terkejut aku memandangi Yani yang belum sipa sama sekali. Dengan sabar aku menunggu yani mempersiapkan dirinya, aku menghabiskan waktu dengan BBMan, Twitteran, Fban, bosan melakukan itu semua aku pun memutuskan untuk tidur dikamar Yani. Hampir satu jam aku menunggu yani akhirnya dia siap.
            Kami melanjutkian perjalanan ke pasar yang berlokasi di Sungai penuh. Sebenarnya jarak antara rumah kami dan pasar tidak terlalu jauh. Karena jalan yang menghubungkan rumah kami dan Sungai Penuh masih dalam proses perbaikan (Sedang pembuatan jalan layang) kami harus melewati jalur lain. Saat pergi kami memutuskan lewat Tanah kampung- Tanjung Bunga- Tanjung Rawang- Rawang – Sungai penuh.
            Sungguh perjalanan yang sangat jauh tapi menyenangkan. Sepanjang jalan kami bernostalgia kejadian- kejadian yang pernah kami alami, pertama kami bertemu bebek di desa Tanjung Bunga. Bebek ini mengingatkan kami karena dulu Kami pernah hampir jatuh karena menabrak bebek (Untung yang punya bebek nggak tau, jadi kami nggak perlu ganti rugi dong ya). Di sepanjang jalan di Tanjung rawang yang dihiasi pemandangan hijau persawahan dan aliran sungai kami bertemu beberapa ekor sapi. Lagi- lagi ini mengingatkan kami kalau Yani juga pernah jatuh nabrak sapi. Kalau dihitung- hitung yani sudah mengalami beberapa accident  dengan hampir semua binatang, mulai dari bebek, kambing, sapi bahkan katak.
            Tanpa terasa kami sudah menempuh perjalanan panjang, sesampai di pasar kami memarkir motor kami, ujuan pertama kami adalah toko aksesoris disini kami melihat-lihat aksesoris di toko tersebut, ternyata ada perubahan yang luar biasa dari toko ini “Uni yang jaga tokonya makin langsing, Tokonya juga udah tambah besar” alhamdulillah berarti ada kemajuan. Selanjutnya kami menelusuri satu persatu counter yang ada di jalan sisingamangaraja untuk hunting kartu XL yang katanya ada promo paket 100 ribu/ 3 bulan. Lumayan hemat berapa ratus ribu :D. Kami menelusuri counter demi counter tapi takmembuahkan hasil, kami tak mendapatkan apa yang kami cari. Kami hampir menyerah secara “Jalan kaki dalam suasana puasa itu capek banget guys” alhasil di counter ke 5 kami bisa mendapatkan kartu yang kami cari. Kami menghabiskan waktu lama untuk berbincang- bincang dengan penjaga counter untuk meyakinkan kami tidak salah beli. Hehe alhamdulillah kartu yang kami cari ada. Dengan harga 110 ribu. *Bangkrut mak, selama libur aja gak dapat duit jajan.
            Lanjut ke tempat berikutnya, “Pasar Bedug/ Pasar mambo” incaran pertama kami adalah Es campur yang asli bikin haus banget kalo liat orang bikin (sabar belum buka puasa) setelah puas berkeliling di pasar mambo, kami memutuskan ketempat berikut. Kami berjalan menuju parkiran dan melanjutkan perjalanan ke Salah satu tempat makan favorit “Sate Madura”. Lama menunggu pesanan kami, dengan modal “gak punya malu” kami narsis- narsisan foto- foto di sana, karena asap sate yang mengepul tebal kami pun tak menghiraukannya, anggap saja itu suatu efek baru yang menambah kecantikan kami. masyaAllah kami memang orang yang aduh susah jelasinnya. Setelah pesanan siap kami melanjutkan ketempat berikut untuk membeli pesanan papa.
            Di sebrang jalan sate madura terdapat semuah rumah makan “Rumah Makan Ikan Semah” namanya terletak disebelah mesjid Baiturrahim sungai penuh, aku harus hunting gulai lambung, dengan wajah kecewa aku gak dapat pesanan papa itu. Beralih ke tempat berikut “ampera marantama” dengan hasil yang sama ampera tersebut tutup. Kami beralih ke tempat bakso Sidowaras. Membeli dua bungkus bakso dan bergegas pulang. Karena setengah jam lagi adzan magrib. Sepanjang perjalanan pulang kami terus memelototi jam karen atakut pulang terlambat.
            Bukan takut buka puasa di jalan,tapi kasian orang rumah yang nunggu, semua takjil dan lauk pauk untuk berbuka ada dengan kami. Kami memacu kendaraan secepat mungkin. Jam 18. 23 saya tepat berada di depan pintu rumah yani, dan bergegas pulang berharap saya sampai rumah tepat waktu

Sahabat Ilmu Jambi


SAHABAT ILMU JAMBI
            Awal mengenal SIJ dari salah seorang teman baik (Wika) saat membuka foto- foto dilaptopnya. Pertanyaan pertama yang muncul “Foto-foto siapa ini Wi? Dalam rangka apa ini?” Wika menjelaskan panjang lebar tentang SIJ. Sebuah komunitas yang bergerak dibidang sosial khususnya pendidikan untuk meningkatkan minat baca dan menulis untuk anak- anak yang kurang beruntung.
            Saya sangat tertarik dengan komunitas ini karena sudah sejak lama saya bercita- cita ingin mengajar dan berbagi di panti asuhan. Cita- cita ini muncul sejak kunjungan pertama saya ke panti asuhan Garuda bersama dengan teman- teman sekelas saya. Yang membuat saya sangat ingin mengabdi di panti asuhan adalah permintaan dari pemilik panti asuhan garuda “saya harap ini bukan kunjungan pertama dan terakhir adik- adik ke panti asuhan ini, mereka membutuhkan kalian. Kalian bisa mengajarkan ilmu yang kalian miliki, sekaligus beramal, mereka membutuhkan kalian”. Sejak kunjungan saya ke panti asuhan garuda itu, keinginan saya untuk mengajar di panti semakin keras, namun belum bisa terealisasi karena selalu ada halangan setiap kali ingin kesana (Allah belum mengizinkan).
            Setelah tau SIJ saya berniat untuk mengikuti komunitas ini,namun saat saya ingin masuk komunitas ini. Saya meminta Wika menanyakan pada kak bela namun  kak Bela bilang yang sedang dibutuhkan adalah relawan cowok yang bisa berkomitmen, relawan cewek dikhawatirkan kurang bisa berkomitmen. Jujur saya sedikit kecewa dengan jawaban itu. Tapi saya berharap suatu saat saya akan menjadi bagian dari SIJ ini.
            Beberapa bulan setelah itu saya mendapat info dari Wika kalau SIJ menerima pendaftaran relawan baru, saya mengecek TL twitter @SahabatilmuJBI dan sangat berharap saya bisa menjadi bagian dari komunitas ini. Malam itu saya bersama Wika berbincang- bincang tentang SIJ Subhanallah sungguh sangat mulia komitmen komunitas ini. Semoga dengan izin Allah SWT komunitas ini menjadi batu loncatan bagi anak muda Jambi untuk menebar ilmu dan membuka cakrawala. Setelah membaca persyaratan menjadi relawan SIJ saya mulai menuliskan isi hati yang menjadi motivasi saya untuk menjadi relawan SIJ di MS word. Setelah mengirimkan CV ke email SIJ, keesokan harinya saya mendapat sms untuk berkumpul di sekre SIJ.
            Karena saya tidak tau dimana sekre SIJ, saya pergi bersama Wika dan Ulli. Sesampai di sekre SIJ tentu saja saya sangat senang karena sudah bertemu dengan teman- teman baru, keluarga baru yang merupakan pemuda- pemuda yang masih peduli dengan sesama, memiliki tekad yang sama “Mencerdaskan kehidupan Bangsa”.
 Sesampai di sekre saya membantu Ana menggunting karton untuk dijadikan label data untuk buku- buku SIJ. Tak lama setelah itu, calon relawan baru diminta berkumpul dan dibagi menjadi dua kelompok untuk di wawancarai. Tentu saja saya deg- degan “Apa yang harus saya jawab nanti?”. Yang ada di benak saya adalah wawancara yang menegangkan seperti wawancara mencari kerja atau seleksi beasiswa (Huuuuuffft). Saat itu saya, Bang Bujang, Novia, Karla dan Putri diwawancarai oleh Rara dan Fani. Alhasil pertanyaan- pertanyaan yang ditanyakan oleh Rara dan Fani tidak sesulit yang saya bayangkan. Semua jawaban dari pertanyaan mereka lahir dari ketulusan dan keikhlasan hati saya untuk mengabdi pada bangsa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Wawancara kami ini menjadi diskusi yang hangat dan akrab walaupun ini adalah pertama kali saya bertemu dengan teman- teman baru ini karena sekarang “Kita” terangkul dalam satu keluarga “Sahabat IlmuJambi”.
Saat sedang asyik berbincang-bincang dengan teman- teman tadi, hujanpun turun. Kami diajak masuk kerumah bang Maul itu, di dalam rumah saya bertemu dengan keluarga besar SIJ di sana kami berkenalan satu sama lain dan membahas kegiatan- kegiatan SIJ. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 5 well saatnya teman- teman pulang kerumah masing- masing. Dan kami akan bertemu keesokan harinya di Panti asuhan masing- masing.
Sabtu pun datang saya mendapat amanah di Panti asuhan Madinatul Aitam karena di sini mereka kekurangan kakak asuh yang suka dengan anak kecil. Hari pertama di panti asuhan saya tak henti- hentinya mengucapkan rasa syukur karena impian saya selama ini telah terealisasi dan Allah juga mempertemukan saya dengan sahabat- sahabat yang peduli ini. Terima kasih ya Allah. Di Madinatul Aitam saya mendapat adik asuh yang berumur 5 tahun yang sedang lucu- lucunya. Adik asuh ini bernama “Udin” saya nggak tau apa nama lengkap si Udin ini “Udin mendunia” kali ya.
Setiap kunjungan saya ke Madinatul ini keakraban dengan adik- adik semakin bertambah. Tidak mudah mengatur adik- adik yang memiliki watak yang berbeda- beda ini. Mulai dari Si kecil yang lucu- lucu, si Tampang tak bersalah sampai si Degil. Alhamdulillah semuanya bisa diatasi berkat kerja sama teman- teman yang lain.
Keceriaan Adik adik asuh saat berkumpul menjadi kepuasan tersendiri untuk saya. Seperti saat pendampingan di Ancol, untuk pertama kali saya melihat si tampang tak bersalah Yuda dan Joko tertawa lepas menikmati senja sore ditemani sebuah jagung bakar. Sebenarnya saya sudah mengabadikan kenangan ini saat kami duduk bertiga di pendopo Joko, saya dan Yuda memegang jagung Bakar. Sayangnya foto ini nggak sengaja terhapus dari hp. Tapi senyum kebahagiaan adik- adik ini tetap abadi di hati saya. Semoga semua anak- anak yang kurang beruntung mendapat perhatian yang sama seperti adik- adik asuh ini.
Written by : VEBRIA ARDINA